Senin, 17 Februari 2014

Watak Orang Jogja


Sementara itu, kajian terdahulu banyak mengatakan bahwa Orang Jawa, termasuk Jogja memiliki perangai yang ramah, sopan dan halus. Hal ini bisa dilihat misalnya dari cara mereka berinteraksi dengan orang lain. Mengajak bicara orang lain (yang baru dikenal sekalipun) bagi mereka adalah bagian dari kesopanan dan keramahan.

Ditambah lagi, Bahasa Jawa sebagai alat komunikasi dalam interaksi tersebut memiliki aturan yang menjaga betul nilai-nilai kesopanan. Maka tak heran bila dalam Bahasa Jawa dikenal beberapa strata. Hanya saja, sikap hati-hati ini mungkin akan mengakibatkan orang Jogja tidak suka berterus terang. Yang pasti, semua sikap ini bersumber pada keyakinan terdalam orang Jogja pada kosmologi. Kosmos sebagai realitas kehidupan (baik makro maupun mikro) harus selalu terjalin harmoni.

Hasil kajian terdahulu diatas memberikan sedikit gambaran, dan tentu harus diuji lagi karena pesatnya kemajuan teknologi dan pengaruh globalisasi. Apalagi, Jogja sekarang sudah sangat lidig, banyak sekali jejak-jejak tradisi mewarnai Jogja yang turut serta bersama para pendatang dari luar kota, dari suku yang berbeda.

Kembali lagi jika menarik Watak Orang Jogja ke realitas angkringan, entah kenapa penjaja ankringan tidak merasa tertarik untuk menjual dagangannya dengan harga yang sedikit mahal. Mereka berdagang kelihatan sama sekali tidak untuk menumpuk harta akan tetapi hanya untuk mencari penghidupan, makan hanya agar tetap bisa hidup.

Seperti yang tersurat dalam kata-kata bijak: Mlarat ora gegulat, sugih ora rerawat (miskin tidak membabi-buta mencari uang, kaya tidak menumpuk harta). Karena hakikatnya ning dunyo cuman mampir ngombe (hidup di dunia hanya mampir sejenak untuk minum). []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar